Monday 8 February 2016

Rejeki Sudah Diatur





Alkisah, seorang santri mendapat nasehat dari ustadnya. Sang ustad berpesan agar, sang murid (santri) tersebut tidak suka berhitung-hitung saat bersedakah. Sang ustad meyakinkan bahwa rejeki sudah diatur oleh Allah SWT.

  • Ustad: "Yakinlah nak, bahwa tanda-tanda orang meragukan kekuasaan Allah, adalah bahwa ia ragu dalam memberikan sedekah."
  • Murid: "Kenapa begitu kyai ?"
  • Ustad: "Sekarang coba pikirkan: Rejeki itu dari Allah, perintah sedekah itu juga dari Allah. Bagaimana mungkin kamu takut kehabisan rejeki saat bersedekah, jika kamu melaksanakan perintah sang Pemberi Rejeki?"
  • Murid: "Tapi kenapa orang-orang banyak yang takut kehilangan rejekinya ?"
  • Ustad: "Itu karena, mereka mengira rejeki itu adalah hasil usahanya sendiri, bukan karena pemberian Allah."
Setelah mendapatkan nasehat dari ustadnya, sang santripun mohon diri. Dalam hatinya, ia bertekad ingin membukltikan ucapan ustadnya, bahwa rejeki itu merupakan pemberian Allah, bukan karena usaha seseorang.

Keesokan paginya, santri tersebut berangkat menuju hutan yang lebat, yang belum pernah dijamah manusia. Setelah berjalan sangat lama masuk ke dalam hutan, ia menemukan sebuah gua yang dipenuhi tanaman liar dan belum terjamah manusia. Ia pun masuk ke dalam gua tersebut dan berdiam diri beberapa lama. Sambil duduk bersila di atas batu, santri tersebut bergumam: "Akan aku buktikan, bagaimana cara Allah memberiku rejeki, tanpa aku melakukan usaha apapun di dalam gua ini."

Tak berapa lama terlihat serombongan saudagar yang tersesat ke dalam hutan tersebut. Rombongan saudagar tersebut terdiri dari delapan orang berkuda dan dua orang mengendarai gerobak berisi bahan-bahan makanan dan pakaian. Kebetulan, ketika memasuki area hutan, turunlah hujan dengan derasnya.

Pimpinan rombongan mengajak anak buahnya berteduh ke dalam gua yang ada di dalam hutan. Mereka tidak mengira bahwa di dalam gua tersebut seorang santri tengah berdiam diri. Maka ketika mereka masuk dan mendapati seseorang hanya duduk berdiam diri, mereka berusaha menyapa santri tersebut.
  • Pimpinan saudagar: "Assalamu'alaikum wahai ki sanak"
  • Santri: (berkata dalam hati)  'Jika aku menjawab salamnya, berarti aku melakukan usaha. Lebih baik aku diam saja !"
Lalu, pimpinan saudagar mengulangi salamnya hingga tiga kali. Akan tetapi, sang santri tetap diam saja. Maka para saudagar tersebut berkesimpulan jika santri tersebut dalam keadaan lemas karena kelaparan.

  • Pimpinan saudagar: "Masya Allah, kasihan betul orang ini, hingga menjawab salam saja sudah tidak kuat. Cepat berikan dia air minum
  • Santri: (tetap diam, karena tak ingin melakukan usaha apapun)
  • Pimpinan saudagar: "Kalau tangannya tak kuat menerima gelas, minumkan langsung ke mulutnya !"
  • Santri: (tetap diam, bahkan menutup rapat-rapat mulutnya)
  • Pimpinan saudagar:"Kalau dia sudah tidak kuat membuka mulut, kita congkel pakai kayu saja. Kasihan, kalau tidak segera kemasukan air atau makanan !"
Akhirnya santri tersebut tertawa mendengar perintah pimpinan saudagar. Kemudian ia meminta maaf kepada para saudagar, dan menjelaskan alasan kenapa ia berlaku diam seperti itu. Maka yakinlah sang santri, bahwa sesungguhnya rejeki itu pemberian Allah semata, walaupun tanpa usaha, jika ditakdirkan telah menjadi 'jatah'nya, maka akan sampai jua.





















No comments:

Post a Comment